Senin, 19 September 2011


Umat Islam di AS Diperkirakan akan Melampaui Jumlah Kaum Yahudi

  • (VOA-ISLAM.COM)Pepatah Inggris berkata, Every cloud has a silver lining: setiap kejadian akan selalu berbuah hikmah. Terbukti, peristiwa 11 September ini membawa hikmah, terutama bagi umat Islam. Meskipun sentimen anti Islam pasca Tragedi 11 september  terus meningkat di Amerika Serikat, namun tak menyurutkan warganya untuk mengenal  dan jatuh hati pada Islam.  Menurut laporan TV P, setiap tahun, rata-rata 20 ribu warga As menjadi muallaf.
Subahanallah, Islam adalah satu agama yang mengalami perkembangan paling pesat di AS. Bahkan pada 2010, umat Islam diperkirakan akan melampaui jumlah kaum Yahudi sebuah kalkulasi yang menurut Washington Times terkadang ditanggapi dengan cemas oleh para pemuka agama lain.
Pakar sejarah Islam dan hubungan Islam-Nasrani dari Georgetown University, Yvonne Haddad, mengatakan, peluang Islam menjadi agama masyarakat Amerika Serikat sangat terbuka. “Kelak Islam akan menjadi agama masyarakat AS,” ujar Haddad, saat berdiskusi bersama mahasiswa Princeton University, seperti dikutip New Jersey.
Haddad optimistis, muslim akan menjadi bagian dari masyarakat AS. Menurutnya, tanda-tanda itu sudah terlihat jelas, ketika masyarakat AS mulai menerima eksistensi umat Islam. Ia melihat, titik balik penerimaan Islam di AS tidak terlepas dari Tragedi 11 September 2001. Titik balik itu yang mempersatukan umat Islam dengan AS. Inilah yang disebut, hikmah di balik bencana.
Haddad menjelaskan, setelah Tragedi 11 September, masjid dari berbagai negara bagian di AS mulai memprioritaskan pemberian pengetahuan tentang Islam dan muslim kepada remaja AS. Langkah itu dilakukan guna memperjelas identitas mereka sebagai muslim dan warga negara AS.
Lebih lanjut Haddad mengatakan, melalui kebijakan itu pula terjalin komunikasi lintas kepercayaan. “Kami melihat, dialog memiliki posisi yang sangat penting”
Masih menurut Haddad, dimasa lalu, umat Islam melihat masyarakat AS masih dilanda trauma berat hingga jalinan dialog tidak berjalan. Setelah itu, dengan berdirinya sejumlah Islamic centre atau masjid, muslim AS mempunyai cara istimewa untuk merangkul masyarakat AS, dengan memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk datang dan melihat secara langsung Islam dengan lebih dekat.
Ke depan, Hadad memprediksi, integrasi umat Islam dengan AS akan berlangsung mulus ketika terlahir generas-generasi baru. Melalui generasi baru itu, umat Islam AS akan memperlihatkan eksistensinya sebagai bagian dari bangsa AS melalui rangkaian partisipasi dan pandangan dalam dialog AS secara luas.
Dibalik Tragedi 11/9
Di balik sejumlah kepedihan dan kepahitan mengecap hidup sebagai Muslim di AS, serangan 11 September ternyata membuahkan hikmah. Hal ini diakui oleh para tokoh Muslim di AS. Nama Islam mungkin masih terasa asing bagi sebagian besar warga AS. Hal ini terungkap saat American Muslim Council (AMC) melakukan wawancara yang direkam melalui video. “Islam? Saya… tidak tahu,” kata seorang pria sambil tersenyum. Sedangkan seorang pria menjawab, “Setahu saya, Islam adalah agamanya orang Israel.”
Direktur AMC Aly R Abuzaakouk mengakui, bahwa Islam masih asing di mata masyarakat AS. Sejak tragedi 11 September 2001, mereka seolah baru menyadari keberadaan agama ini di lingkungan mereka. Buku-buku tentang Islam banyak terjual di mana-mana. Orang memburunya. Namun bagi Abuzaakouk, sisi positifnya tentu lebih banyak. Pasalnya, orang menjadi lebih mengetahui esensi ajaran Islam.
Tingginya minat terhadap Islam setelah tragedi 11 September diakui Pula oleh Direktur Eksekutif Council on American-Islamic Relation (CAIR), Dr Nihad Awad. “Buku yang paling laris dijual saat itu adalah buku tentang Islam, termasuk Al Quran. Ini menarik sekali. Untuk pertama kalinya ribuan warga Amerika menginjakkan kaki di masjid. Mereka lebih tertarik untuk mengetahui Islam, namun sayangnya mereka banyak di kelilingi oleh opini media” kata Awad.
Salah satu hikmah di balik tragedi tersebut adalah banyaknya berita tentang Islam di sejumlah media, dalam empat bulan terakhir. Jumlahnya bahkan jauh lebih banyak — bahkan jika dibandingkan sejak bangsa ini (AS) berdiri 200 tahun yang lalu. Kini banyak orang Amerika yang ingin tahu lebih banyak mengenai Islam. Menjelang Ramadhan, misalnya, banyak yang ingin tahu mengenai Ramadhan dan apa saja yang bisa dilakukan dan tidak boleh dilakukan orang Islam di bulan tersebut.
Fenomena menarik lainnya diungkap aktivis LSM asal Irak. Menurutnya, ada peningkatan jumlah orang yang memeluk agama Islam sejak 11 September 2001. “Sebelum 11 September, ada enam ribu orang yang masuk Islam setiap tahunnya. Setelah tragedi itu, kini jumlahnya meningkat jadi 20 ribuan dalam waktu beberapa bulan saja,” ujarnya. Sebagian besar yang tertarik menjadi Muslim adalah warga kulit hitam asal Afrika, menyusul keturunan Spanyol, dan warga kulit putih. (Destin/dsb)

Antara Millah Ibrahim dan Strategi Jihad: Memilah simpatisan mujahidin di barisan musuh


Arrahmah.com – Perang salib baru yang dikomandani AS telah berlangsung sepuluh tahun, sejak dikumandangkan oleh George W. Bush pada tanggal 16 September 2001. Diawali dengan invasi militer aliansi salibis-zionis-paganis internasional ke Afghanistan dan Irak, kini medan jihad fi sabilillah semakin meluas ke seluruh penjuru dunia. Para mujahidin di seluruh dunia menyambutnya dengan semangat baja dan perjuangan penuh pengorbanan demi tegaknya kalimat tauhid dan syariat Allah SWT di muka bumi. Jihad di Palestina, Pakistan, Somalia, Yaman, dan lain-lain mulai menampakkan tanda-tanda kemenangan.
Di tengah gencarnya peperangan antara kubu al-haq dan kubu a-bathil, banyak pemuda muslim yang bangkit semangatnya dan bersiap menerjuni kancah jihad fi sabilillah melawan pasukan salibis-zionis-paganis internasional. Mereka memiliki dasar pemahaman tauhid dan wala’ wal bara’ yang cukup baik. Namun seringkali hal itu tidak diimbangi dengan pemahaman fiqih waqi’ (memahami realita), fiqih awlawiyat (memahami skala prioritas), fiqih mashalih wal mafasid (menimbang aspek maslahat dan kerusakan), dan siyasah syar’iyah (politik sesuai aturan syariat) yang baik.
Akibatnya, karena masalah-masalah sepele, mereka sering terjerumus dalam perbedaan pendapat yang runcing. Tak jarang hal itu berakhir dengan perpecahan, ta’ashub buta, dan saling mengkafirkan di antara sesama aktifis muslim. Padahal mereka hanyalah para penuntut ilmu pemula, bukan ulama yang mumpuni keilmuannya, bukan pula para komandan jihad yang mengerti betul realita jihad di lapangan. Musuh zionis, salibis, paganis, dan komunis belum pernah mereka ‘usik’. Namun mereka sudah terjebak dalam suasana perselisihan, perpecahan, dan mengkafirkan sesama muslim yang berusaha meniti jalan jihad fi sabilillah. Boleh jadi, musuh-musuh Islam telah melakukan infiltrasi dan ‘mengompori’ mereka untuk melupakan musuh Islam dan sibuk ‘menyerang’ sesama muslim.
Untuk itu dalam kesempatan ini, arrahmah.com mengangkat korespondensi salah seorang komandan mujahidin dan qadhi syar’i Imarah Islam Qauqas (Negara Islam Kaukasus: Chechnya dan Dagestan) dengan syaikh Abu Muhammad Al-Maqdisi fakkallah asrahu. Korespondensi tersebut sangat urgen, karena kaum muslimin bisa mempelajari darinya bagaimana memadukan antara pelajaran tauhid, wala’ dan bara’ dengan fiqih waqi’, fiqih awlawiyat, fiqih mashalih wal mafasid, dan siyasah syar’iyah nabawiyah. Semoga dengan merenungkan korespondensi ini, ‘tragedi’ sesama aktivis Islam yang hendak meniti jalan jihad fi sabilillah bisa diredam dan ditiadakan. Selamat menikmati…
Korespondensi antara hakim syariat dan komandan mujahidin Imarah Kaukaz Abu Imran Anzur bin Aldar dengan syaikh Abu Muhammad Al-Maqdisi
Pertanyaan
Syaikh kami yang mulia, Abu Muhammad Al-Maqdisi hafizhahullah
السلام عليكم و رحمة الله و بركاته
Bagaimana keadaan Anda, syaikh kami yang tercinta? Bagaimana kabar kesehatan Anda? Saya ingin mendapatkan berita yang menenangkan hati setelah mendengar berita kecelakaan mobil yang menimpa Anda. Thahurun laa ba’sa insya Allah. Saya memohon kepada Allah agar senantiasa menjaga Anda dan keluarga Anda dari segala keburukan.
Wa ba’du…
Saya hendak meminta fatwa kepada Anda tentang sebuah masalah yang memiliki kaitan erat dengan millah Ibrahim.
Dakwah Islam menyebar luas di Rusia. Banyak orang Rusia yang masuk Islam dan banyak pula di antara orang Rusia yang bersimpati kepada kaum muslimin dan mujahidin. Terkadang orang-orang Rusia yang bersimpati tersebut adalah para pejabat tinggi dalam lingkungan tentara, intelijen, dan lembaga-lembaga tinggi pemerintahan Rusia yang lain. Sebagian mereka menampakkan keinginannya untuk membantu mujahidin. Sebagian mereka menyatakan bisa menyuplai informasi kepada mujahidin. Sebagian lainnya menyatakan siap memberikan sokongan dana dan bantuan-bantuan lainnya. Mereka mengatakan tidak mencintai pemerintah Rusia, namun mereka juga tidak ingin melepaskan jabatan-jabatan syirik mereka tersebut.
Kami mengajak mereka untuk masuk Islam. Kami katakan kepada mereka bahwa persoalan pertama, pekerjaan-pekerjaan mereka adalah pekerjaan-pekerjaan syirik. Persoalan kedua adalah melalui pekerjaan-pekerjaan tersebut, mereka terlibat dalam peperangan melawan Islam.
Mereka menjawab bahwa mereka justru bisa lebih banyak membantu kaum muslimin jika mereka bertahan dalam pekerjaan-pekerjaan tersebut
Kami katakan kepada mereka bahwa jika mereka berposisi sebagai intel untuk kami, maka persoalannya boleh menurut pendapat sebagian ulama. Namun mereka menyatakan tidak siap jika harus berada dalam ketaatan kepada komandan jihad. Mereka hanya mampu membantu mujahidin dalam sebagian perkara. Mereka mengkhawatirkan keselamatan diri mereka sendiri, karena komandan jihad terkadang memerintahkan mereka melakukan urusan yang membawa bahaya besar bagi diri mereka. Misalnya komandan jihad memerintahkannya untuk menyalin (mencuri) sebagian dokumen rahasia Rusia. Oleh karenanya ia menjawab, “Saya akan membantu kalian dengan cara saya, namun saya tidak tunduk kepada perintah-perintah kalian.”
Oleh sebab itu kami katakan kepada mereka, “Boleh jadi kalian memberi manfaat kepada Islam dan kaum muslimin dengan bantuan kalian itu. Karena (dalam hadits shahih disebutkan—edt) Allah menolong agama ini melalui perantaraan orang yang banyak dosa. Namun kalian tetap berada dalam kesyirikan. Atas bantuan kalian ini, kalian sama sekali tidak akan mendapatkan pahala di sisi Allah. Kenapa kalian menjerumuskan jiwa kalian kepada bahaya yang tiada balasan apapun bagi kalian padanya?
Pertanyaannya adalah bolehkah kita menerima bantuan mereka? Ataukah kami harus menampakkan permusuhan dan kebencian kepada mereka?
Perlu diketahui bahwa mereka ada beberapa macam:
Pertama, orang-orang yang ingin membantu mujahidin dengan tujuan merugikan (presiden Rusia Vladimir Putin (saat ini sudah digantikan oleh tangan kanan Putin, Dmitry Medvedev–edt). Mereka tidak meminta balasan apapun dari kita. Mereka memberi bantuan tanpa syarat apapun. Di permukaan, mereka seakan-akan mendukung partai, pemerintahan, dan tentara Putin. Namun secara sembunyi-sembunyi mereka membuat makar untuk menjatuhkan Putin.
Kedua, orang-orang yang mengaku beragama Islam. Nenek moyang mereka adalah suku bangsa Kaukas atau Tartar. Mereka adalah orang-orang murtad, namun sebenarnya lebih dekat kepada orang kafir asli, wallahu a’lam, karena banyak di antara mereka adalah orang-orang komunis. Mereka bersimpati kepada orang-orang yang bersuku bangsa sama dengan mereka. Mereka meremehkan orang-orang Rusia, sebaliknya orang-orang Rusia juga meremehkan mereka. Kami katakan kepada mereka, “kalian tidak ada bedanya dengan bangsa Rusia. Kalian kafir seperti halnya mereka, bahkan kekafiran kalian lebih berat. Asal muasal kalian dari suku atau bangsa tertentu tidak memberi kalian manfaat apapun.”
Kondisi mereka lebih menyerupai kondisi kaum munafik karena mereka datang kepada orang-orang kafir dengan satu muka lalu datang kepada orang-orang beriman dengan muka yang lain lagi. Kami tidak tahu apakah mereka benar-benar menerima dakwah kami ataukah mereka memberikan berbagai bantuan tersebut untuk melindungi diri mereka dari serangan mujahidin.
Apa yang boleh kami katakan kepada mereka?
Jika kewajiban kami adalah menampakkan permusuhan kepada mereka, lantas manakah di antara dua pilihan berikut yang hukumnya boleh atau benar?
Pilihan pertama, kami mengatakan kepada mereka, “Kalian adalah musuh kami. Kami wajibkan atas diri kalian untuk membayar sejumlah harta setiap bulan sekali, misalnya. Sebagai balasannya, kami tidak akan mengusik kalian. Kami akan memilih target-target lain yang lebih besar bahayanya terhadap Islam.” Pilihan ini artinya kami memberikan jaminan keamanan kepada mereka untuk tenggang masa tertentu dengan imbalan sejumlah harta atau bantuan-bantuan yang lain.
Apakah pilihan ini membatalkan millah Ibrahim? Jika orang-orang tersebut adalah orang-orang murtad, maka apakah menerima tebusan harta dari mereka berarti menyetujui kemurtadan mereka?
Di sini masih ada persoalan lain, jika kami menawan orang murtad, maka apakah kami boleh menukarkannya dengan seorang muslim yang ditawan oleh Rusia? Atau bolehkah kami meminta orang-orang kafir menyerahkan sejumlah uang sebagai tebusan pembebasan orang murtad ini? Apakah hal itu berarti menyetujui kemurtadannya? Ataukah kami wajib menegakkan hukuman riddah (hukuman mati) atas orang murtad ini? Soal yang kami tanyakan ini bukan berlaku umum, namun khusus untuk kondisi kami di Kaukasus.
Pilihan kedua, kami mengatakan kepada mereka: “Kalian adalah musuh kami, dan tidak boleh ada tolong menolong antara kami dengan kalian. Namun jika kami melihat pekerjaan-pekerjaan yang kalian lakukan menunjukkan kejujuran keinginan kalian untuk membantu kaum muslimin, maka kami akan menyibukkan diri dengan menyerang orang-orang kafir selain kalian yang lebih besar bahayanya terhadap Islam. Pilihan ini berarti kami tidak memberikan jaminan keamanan kepada mereka, kami mengambil harta atau informasi dari mereka tanpa perlu memberi balasan timbal balik.
Ketiga, orang-orang yang menampakkan keinginan untuk mempelajari pokok-pokok ajaran agama Islam. Mereka mempergunakan jabatan-jabatan mereka untuk meminimalkan bahaya terhadap kaum muslimin. Mereka bersungguh-sungguh memberikan bantuan kepada mujahidin sehingga mereka menanggung resiko besar, keselamatan hidup mereka dalam bahaya. Ada harapan mereka akan masuk Islam.
Bolehkah kami mengatakan kepada mereka: “Kalian adalah orang-orang kafir, namun kalian berusaha sesuai kemampuan kalian untuk membantu mujahidin. Maka kedudukan kalian mendekati kedudukan mata-mata bagi mujahidin. Namun ketahuilah, sesungguhnya kalian tidak mendapatkan pahala apapun atas bantuan kalian, karena kesyirikan itu menghapuskan seluruh amalan.”
Demikianlah pertanyaan atas persoalan yang membuat saya kebingungan. Masalah ini adalah masalah yang sangat rawan. Salah seorang di antara kami tidak tahu barangkali setan bisa saja mendatanginya dari satu cara tertentu lalu membuatnya terkena fitnah (godaan besar) dalam diennya sehingga ia menjadi kafir. Naudzu billah…
Sungguh bani Israil pada masa nabi Musa AS telah mengambil patung anak sapi sebagai sesembahan padahal saat itu mereka adalah bangsa yang paling mulia. Jika hal itu terjadi pada sebuah kaum yang di tengah mereka terdapat nabi Musa dan Harun AS…jika hal itu terjadi pada sebuah kaum yang menjadi saksi hidup bagaimana Allah membinasakan Fir’aun dan bala tentaranya…bagaimana salah seorang di antara kami tidak takut jika terjatuh dalam kesyirikan?
Kami memohon kepada Allah keselamatan dan keteguhan di atas tauhid.
Jazakumullah khairan syaikh kami yang tercinta, semoga Allah melimpahkan berkah-Nya kepada Anda dan menolong agama ini dengan perantaraan Anda.
Sampaikanlah salam kami kepada semua ikhwah yang bersama dengan Anda.
Shalawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi kita Muhammad SAW, keluarganya, dan segenap sahabatnya.

Murid Anda
Abu Imran dari Kaukasus

Jawaban syaikh Abu Muhammad Al-Maqdisi
Syaikh Abu Muhammad Al-Maqdisi
Bismillah wal hamdu lillah wash shalatu was salamu ‘ala Rasulillah…wa ba’du
Saudara kami yang tercinta, asy-syaikh al-mujahid Abu Imran, semoga Allah menjaganya, memberinya kelurusan, dan menolong agama-Nya dengan perantaraannya. Kami berdoa kepada Allah semoga memenangkan kalian atas kaum yang zhalim. Jazakallah khairan atas surat dan pertanyaan Anda kepada kami. Alhamdu lillah, saya dan keluarga dalam keadaan baik, berkat karunia Allah. Kami berharap semoga Allah mengaruniakan kepada kami kemampuan untuk bergabung dengan saudara-saudara kami di medan-medan jihad agar kami mampu merasakan kemuliaan keluar dari kekuasaan orang-orang kafir dan kemuliaan memperjuangkan agama ini dengan senjata. Kemudian jazakallah khairan atas kepercayaan Anda kepada kami dan permintaan fatwa kepada kami. Kami memohon kepada Allah semoga melimpahkan petunjuk dan ketepatan kepada kami.
Saudaraku yang tercinta…menilik pertanyaan dan uraian rinci Anda, saya melihat Anda adalah orang yang menguasai betul persoalan itu dan merincinya dengan rincian seorang yang memiliki kedalaman ilmu dan kemantapan di atas jalan yang ia tempuh, sebuah jalan yang jelas dan sungguh-sungguh, ia dan orang-orang yang mengikutinya berdakwah dan berjihad di atas landasan ilmu yang mendalam, insya Allah.
Hanya saja keadaan kalian menurut dugaan saya, adalah seperti kebiasaan penduduk Kaukasus yaitu mencintai para ulama, mengutamakan sikap kembali kepada ulama, dan mencari berkah Allah dengan mengambil cahaya petunjuk dari pendapat para ulama. Dengan kerendah hatian sikap kalian ini, saya yang hanya seorang penuntut ilmu junior ini bak seorang ulama besar dan lautan ilmu yang tak pernah habis ditimba ilmunya. Inilah dugaan saya berdasar pengetahuan lama saya melalui apa yang anda tulis dan pilih. Selain itu, pertanyaan Anda yang rinci adalah uraian rinci seorang yang telah mengetahui jawabannya dan mengerti betul jalan yang harus ditempuh.
Bagaimanapun keadaannya, saya berpendapat dalam kondisi jihad dan sedikitnya harta benda, perbekalan, dan kemampuan mujahidin maka mujahidin boleh memilih manapun dari dua pilihan tersebut, sekalipun mereka menyikapi orang-orang murtad seperti sikap mereka kepada orang-orang kafir, selama mereka belum mampu memberlakukan tuntunan syariat atas orang-orang murtad.
Saya berpendapat dalam hal ini ada kelapangan pada saat kelemahan dan tidak adanya kemampuan. Demikian pula dalam masalah mengambil harta dari mereka atau menukarkannya dengan tawanan muslim dan lain sebagainya. Saya berpendapat semua hal tersebut ada kelapangan bagi mujahidin selama mereka belum meraih kekuasaan.
Seandainya Anda kembali kepada sirah sahabat dan para khalifah niscaya Anda akan menemukan kondisi sebagaimana yang saya sebutkan ini. Pada zaman berkuasanya nabi palsu Aswad Al-Ansi di Yaman, kaum muslimin di Yaman menampakkan taqiyah terhadapnya. Mereka menyembunyikan permusuhan mereka terhadapnya dan diam-diam menyusun rencana untuk melawannya, karena mereka dalam kondisi lemah, sampai akhirnya mereka bisa membunuhnya.
Bahkan seringkali pada zaman khilafah, pada saat kaum muslimin melemah kekuasaannya pada sebagian zaman, maka mereka melakukan mudarah (berlemah lembut agar tidak terkena bahaya–edt) kepada orang-orang kafir dari beragam aliran keagamaan. Bahkan, sebagian sultan dan khalifah kaum muslimin membayar sejumlah harta kepada kaum kafir, sesuatu yang menyerupai jizyah, untuk mencegah keganasan orang-orang kafir tersebut atas diri mereka dan kaum wanita mereka, pada masa-masa kelemahan yang dialami oleh khilafah atau sebagian negara bagiannya.
Hal seperti ini jelas ditentang oleh jiwa seorang muslim yang mulia. Namun ketika berbagai kerusakan (bahaya) terjadi, maka boleh memilih tindakan tersebut untuk mencegah kerusakan yang lebih besar. Inilah fiqih yang sebenarnya. Fiqih bukanlah mengetahui kerusakan (bahaya) dan membedakannya dari maslahat (kebaikan) semata. Justru fiqih yang paling besar adalah mampu menimbang mana yang lebih kuat di antara berbagai kerusakan dan maslahat saat semuanya terjadi dan saling bertolak belakang. Hal itu dengan cara mengkaji berbagai akibat dan konskuensi dari berbagai tindakan yang dipilih. Inilah kelebihan dari ulul abshar dan ulun nuha (orang-orang yang memiliki pengetahuan dan kebijaksanaan yang luas).
Jangan lupa bahwa hal itu memiliki landasan dalam sirah Nabi Muhammad SAW. Dalam perang Uhud saat pasukan bangsa-bangsa Arab mengepung Madinah laksana cincin yang melingkari jari dan saat hati manusia telah naik ke tenggorokan, Rasulullah SAW bermusyawarah dengan sahabat-sahabatnya untuk memberikan sepertiga hasil panen kurma Madinah kepada sebagian pasukan kafir tersebut, dengan syarat mereka pulang dan menghentikan pengepungan kota Madinah. Para sahabat memang menolak usulan beliau SAW, namun usulan penawaran Nabi SAW kepada para shahabat tersebut menunjukkan kebolehan tindakan itu dalam kondisi seperti itu.
Jangan lupa bahwa tindakan itu beliau lakukan kepada kaum musyrik penyembah berhala yang hukumnya tidak boleh mengambil jizyah dari mereka (menurut pendapat imam Abu Hanifah, Syafi’i dan Ahmad. Adapun menurut pendapat imam Malik dan Al-Auza’I, jizyah boleh diambil dari kaum musyrik –edt), apalagi memberikan harta yang serupa dengan jizyah kepada mereka. Namun setiap keadaan memiliki pendapat tersendiri, dan setiap fase memiliki kondisi tersendiri yang Allah mengangkat kesulitan dari kaum muslimin pada fase tersebut…
Pilihan-pilihan sikap dalam kondisi berkuasa tentu berbeda dengan pilihan-pilian sikap dalam kondisi kelemahan. Ini adalah keluasan dari Allah untuk umat Islam, di mana Allah tidak menjadikan kesempitan bagi mereka dalam agama ini. Oleh karena itu pendapat yang benar adalah pendapat yang dicenderungi oleh syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan ditegaskan oleh sebagian ulama tafsir bahwa ayat-ayat tentang memaafkan, menahan diri, dan lainnya itu ditunda dan tidak dimansukh (dihapuskan) oleh ayat saif.
Maknanya, ayat-ayat tersebut dibatasi dalam kondisi tidak memiliki kekuasaan, adapun saat memiliki kekuasaan maka yang didahulukan adalah ayat saif. Setiap muslim hendaknya melihat kondisi dirinya, tempat ia hidup, dan fase yang sedang dilaluinya; lalu hendaklah ia memilih tindakan yang sesuai dalam hal yang telah Allah berikan kelapangan sikap kepada umat Islam.
Inilah maksud dari perkataan syaikhul Islam Ibnu Taimiyah,
((أَنَّ الْأَمْرَ بِقِتَالِ الطَّائِفَةِ الْبَاغِيَةِ مَشْرُوطٌ بِالْقُدْرَةِ وَالْإِمْكَانِ. إذْ لَيْسَ قِتَالُهُمْ بِأَوْلَى مِنْ قِتَالِ الْمُشْرِكِينَ وَالْكُفَّارِ وَمَعْلُومٌ أَنَّ ذَلِكَ مَشْرُوطٌ بِالْقُدْرَةِ وَالْإِمْكَانِ فَقَدْ تَكُونُ الْمَصْلَحَةُ الْمَشْرُوعَةُ أَحْيَانًا هِيَ التَّآلُفُ بِالْمَالِ وَالْمُسَالَمَةُ وَالْمُعَاهَدَةُ كَمَا فَعَلَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ غَيْرَ مَرَّةٍ وَالْإِمَامُ إذَا اعْتَقَدَ وُجُودَ الْقُدْرَةِ وَلَمْ تَكُنْ حَاصِلَةً كَانَ التَّرْكُ فِي نَفْسِ الْأَمْرِ أَصْلَحَ ))
“Sesungguhnya perintah untuk memerangi kelompok pemberontak itu disyaratkan dengan adanya kemampuan dan kekuasaan. Karena memerangi mereka tidaklah lebih utama dari memerangi kaum musyrik dan kaum kafir. Sudah sama-sama diketahui bahwa memerangi kaum musyrik dan kaum kafir disyaratkan dengan adanya kemampuan dan kekuasaan. Terkadang maslahat yang disyariatkan adalah melunakkan hati mereka dengan harta, membuat perjanjian damai, dan mengadakan gencatan senjata sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi SAW tidak hanya sekali. Jika imam meyakini adanya kemampuan namun perang melawan mereka tidak meraih kemaslahatan, maka membiarkan mereka adalah lebih membawa maslahat.” (Majmu’ Fatawa, 4/442)
Dalam kitab ash-sharim al-mashlul, beliau membahas tentang kondisi saat Islam lemah, bahwa Allah memberitahukan saat itu Rasulullah SAW dan kaum muslimin mendengar banyak gangguan dari Ahlul kitab dan orang-orang musyrik. Ibnu Taimiyah mengatakan,
(( وأمرهم بالصبر والتقوى ثم إن ذلك نسخ عند القوة بالأمر بقتالهم حتى يعطوا الجزية عن يد وهم صاغرون والصاغر لا يفعل شيئا من الأذى في الوجه ، ومن فعله فليس بصاغر ثم إن من الناس من يسمي ذلك نسخا لتغير الحكم ومنهم من لا يسميه نسخا لأن الله تعالى أمرهم بالعفو والصفح إلى أن يأتي الله بأمره وقد أتى الله بأمره من عز الإسلام وإظهاره والأمر بقتالهم حتى يعطوا الجزية عن يد وهم صاغرون وهذا مثل قوله تعالى ” فَأَمْسِكُوهُنَّ فِي الْبُيُوتِ حَتَّى يَتَوَفَّاهُنَّ الْمَوْتُ أَوْ يَجْعَلَ اللَّهُ لَهُنَّ سَبِيلا”
وقال النبي صلى الله عليه وسلم ” قد جعل الله لهن سبيلا ” [مسلم] , فبعض الناس يسمي ذلك نسخا وبعضهم لا يسميه نسخا والخلاف لفظي ، ومن الناس من يقول الأمر بالصفح باق عند الحاجة إليه بضعف المسلم عن القتال بان يكون في وقت أو مكان لا يتمكن منه وذلك لا يكون منسوخا إذ المنسوخ ما ارتفع في جميع الأزمنة المستقبلة وبالجملة فلا خلاف أن النبي كان مفروضا عليه لما قوي أن يترك ما كان يعامل به أهل الكتاب والمشركين ومظهري النفاق من العفو والصفح إلى قتالهم وإقامة الحدود عليهم سمي نسخا أو لم يسم)).
Allah memerintahkan mereka untuk bersabar dan bertakwa, kemudian hal itu dinaskh (dihapus dan diganti hukum baru—edt) ketika kaum muslimin memiliki kekuatan dengan adanya perintah untuk memerangi mereka sehingga mereka menyerahkan jizyah dalam keadaan hina. Orang yang hina tidaklah mampu melakukan apapun akibat kehinaan pada wajahnya. Barangsiapa mampu melakukan sesuatu maka ia bukanlah orang yang hina.
Sebagian ulama menyebut hal ini adalah naskh karena adanya perubahan hukum. Sebagian ulama lainnya tidak menyebut hal itu sebagai naskh, karena Allah memerintahkan mereka untuk memaafkan sampai datang keputusan Allah. Keputusan Allah telah datang berupa kejayaan dan kemenangan Islam serta perintah untuk memerangi mereka sehingga mereka menyerahkan jizyah dalam keadaan hina.
Hal ini seperti maksud firman Allah, “Dan (terhadap) para wanita yang mengerjakan perbuatan keji, hendaklah ada empat orang saksi di antara kamu (yang menyaksikannya). Kemudian apabila mereka telah memberi persaksian, maka kurunglah mereka (wanita-wanita itu) dalam rumah sampai mereka menemui ajalnya, atau sampai Allah memberi jalan yang lain kepada mereka.” (QS. An-Nisa’ (4): 15)
Nabi SAW bersabda, “Allah telah memberi jalan yang lain kepada mereka.” (HR. Muslim) Sebagian ulama menyebut hal ini sebagai naskh. Sebagian ulama yang lain tidak menyebutnya sebagai naskh. Perbedaan pendapat mereka hanyalah perbedaan istilah belaka. Sebagian ulama berpendapat perintah untuk memaafkan tetap berlaku manakala hal itu diperlukan sebagai akibat dari kelemahan kaum muslimin untuk berperang dalam suatu waktu tertentu atau pada suatu daerah tertentu yang tidak memungkinkan untuk berperang. Hal itu bukanlah mansukh, karena mansukh adalah apabila hukum tersebut dihapus untuk seluruh masa waktu yang akan datang. Intinya, tidak ada perbedaan pendapat bahwa ketika Nabi SAW dalam kondisi kuat maka beliau diperintahkan untuk meninggalkan sikap memaafkan dan tidak membalas terhadap kaum ahlul kitab dan musyrikin, berganti kepada sikap memerangi dan menegakkan hukum hudud atas mereka, baik hal itu disebut naskh maupun bukan naskh.” (Ash-Sharim Al-Maslul ‘ala Syatim Ar-Rasul, 2/443-444)
Beliau juga menulis,
((فلما أتى الله بأمره الذي وعده من ظهور الدين وعز المؤمنين أمر رسوله بالبراءة إلى المعاهدين وبقتال المشركين كافة وبقتال أهل الكتاب حتى يعطوا الجزية عن يد وهم صاغرون فكان ذلك عاقبة الصبر والتقوى الذين أمر الله بهما في أول الأمر وكان إذ ذاك لا يؤخذ من أحد من اليهود الذين بالمدينة ولا غيرهم جزية وصارت تلك الآيات في حق كل مؤمن مستضعف لا يمكنه نصر الله ورسوله بيده ولا بلسانه فينتصر بما يقدر عليه من القلب ونحوه وصارت أية الصغار على المعاهدين في حق كل مؤمن قوي يقدر على نصر الله ورسوله بيده أو لسانه وبهذه الآية ونحوها كان المسلمون يعملون في أخر عمر رسول الله وعلى عهد خلفائه الراشدين وكذلك هو إلى قيام الساعة لا تزال طائفة من هذه الأمة قائمين على الحق ينصرون الله ورسوله النصر التام.
فمن كان من المؤمنين بأرض هو فيها مستضعف أو في وقت هو فيه مستضعف فليعمل بأية الصبر والصفح عمن يؤذي الله ورسوله من الذين أوتوا الكتاب والمشركين.
وأما أهل القوة فإنما يعملون بأية قتال أئمة الكفر الذين يطعنون في الدين وبأية قتال الذين أوتوا الكتاب حتى يعطوا الجزية عن يد وهم صاغرون))
Ketika Allah telah mendatangkan urusan yang Dia janjikan, yaitu kemenangan dien Islam dan kejayaan kaum muslimin, maka Allah memerintahkan Rasul-Nya untuk berlepas diri dari orang-orang musyrik yang terlibat perjanjian damai dengan beliau, dan Allah memerintahkan rasul-Nya untuk memerangi seluruh kaum musyrik dan memerangi ahlul kitab sehingga mereka menyerakan jizyah dalam keadaan hina. Hal itu adalah buah kesudahan dari kesabaran dan ketakwaan yang Allah perintahkan pada masa awal dakwah. Pada masa awal tersebut, jizyah tidak diambil dari seorang pun dari kalangan Yahudi di Madinah maupun golongan lainnya. Ayat-ayat tersebut berlaku bagi setiap mukmin yang tertindas yang tidak mampu menolong Allah dan Rasul-Nya dengan tangannya maupun lisannya. Maka ia harus menolong dengan apa yang ia mampu, yaitu amalan hati dan yang semisal dengannya.
Adapun ayat mengambil jizyah dari ahlul kitab dalam keadaan mereka hina (yaitu ahlu kitab yang terlibat kesepakatan damai-edt) berlaku untuk setiap mukmin yang kuat yang mampu menolong Allah dan Rasul-Nya dengan tangannya atau lisannya. Dengan ayat ini dan ayat-ayat yang semisalnya, kaum muslimin beramal pada masa akhir kehidupan Rasulullah dan masa khulafa’ rasyidin. Demikian pula hal itu berlaku sampai hari kiamat (bagi kaum mukmin yang kuat), karena akan senantiasa ada sekelompok umat ini yang menegakkan kebenaran, menolong Allah dan Rasul-Nya dengan pertolongan yang sempurna.
Oleh karena itu, barangsiapa di antara kaum mukmin dalam keadaan tertindas di sebuah daerah tertentu atau berada dalam keadaan lemah dalam suatu masa tertentu, maka hendaklah ia mengamalkan ayat bersabar dan tidak membalas terhadap orang-orang ahlul kitab dan kaum musyrik yang menyakiti Allah dan Rasul-Nya.
Adapun orang-orang yang memiliki kekuatan maka harus mengamalkan ayat memerangi para gembong kekafiran yang mencerca agama dan mereka harus mengamalkan ayat memerangi ahlul kitab sehingga mereka menyerahkan jizyah dalam keadaan hina.(Ash-Sharimul Maslul ‘ala Syatimir Rasul, 2/412-414)
Para ulama berbeda pendapat tentang status orang-orang Rusia yang Anda tanyakan tersebut, apakah mereka dihukumi orang-orang kafir asli ataukah orang-orang murtad. Saya sendiri berpendapat perbedaan tersebut pada saat ini tidak banyak faedahnya sehingga kita tidak perlu memeras tenaga untuk memutuskannya, karena pada saat ini belum memiliki kemampuan untuk menerapkan hukum syariat atas orang-orang murtad.
Fatwa syaikhul Islam Ibnu Taimiyah tentang pasukan Tartar menunjukkan bahwa kondisi banyak prajurit Tartar menyerupai kondisi tentara Rusia yang ditanyakan di atas. Sebagian prajurit Tartar juga menyerupai kondisi kaum munafik. Meski begitu, Anda akan mendapati sikap dan fatwa-fatwa syaikhul Islam terhadap pasukan Tartar berbeda-beda sesuai kondisi dan kemampuan kaum muslimin pada zamannya.
Terkadang pada zaman tersebut, beliau dan kaum muslimin memerangi pasukan Tartar. Terkadang mereka tidak memerangi pasukan Tartar karena tidak adanya kemampuan. Terkadang beliau menemui raja-raja Tartar, berdialog dengan mereka, atau menasehati mereka, dan lain sebagainya.
Padahal jika Anda mencermati uraian rinci beliau tentang kondisi pasukan Tartar dalam fatwa beliau tentang hukum memerangi pasukan Tartar, niscaya Anda akan melihat beliau mengklasifikasikan kondisi dan golongan mereka ke dalam beberapa kelompok. Beliau mengatakan:
فَهَؤُلَاءِ الْقَوْمُ الْمَسْئُولُ عَنْهُمْ عَسْكَرُهُمْ مُشْتَمِلٌ عَلَى قَوْمٍ كُفَّارٍ مِنْ النَّصَارَى وَالْمُشْرِكِينَ وَعَلَى قَوْمٍ مُنْتَسِبِينَ إلَى الْإِسْلَامِ – وَهُمْ جُمْهُورُ الْعَسْكَرِ – يَنْطِقُونَ بِالشَّهَادَتَيْنِ إذَا طُلِبَتْ مِنْهُمْ وَيُعَظِّمُونَ الرَّسُولَ وَلَيْسَ فِيهِمْ مَنْ يُصَلِّي إلَّا قَلِيلًا جِدًّا وَصَوْمُ رَمَضَانَ أَكْثَرُ فِيهِمْ مِنْ الصَّلَاةِ وَالْمُسْلِمُ عِنْدَهُمْ أَعْظَمُ مِنْ غَيْرِهِ وَلِلصَّالِحِينَ مِنْ الْمُسْلِمِينَ عِنْدَهُمْ قَدْرٌ وَعِنْدَهُمْ مِنْ الْإِسْلَامِ بَعْضُهُ وَهُمْ مُتَفَاوِتُونَ فِيهِ ; لَكِنَّ الَّذِي عَلَيْهِ عَامَّتُهُمْ وَاَلَّذِي يُقَاتَلُونَ عَلَيْهِ مُتَضَمِّنٌ لِتَرْكِ كَثِيرٍ مِنْ شَرَائِعِ الْإِسْلَامِ أَوْ أَكْثَرِهَا ; فَإِنَّهُمْ أَوَّلًا يُوجِبُونَ الْإِسْلَامَ وَلَا يُقَاتِلُونَ مَنْ تَرَكَهُ ; بَلْ مَنْ قَاتَلَ عَلَى دَوْلَةِ الْمَغُولِعَظَّمُوهُ وَتَرَكُوهُ وَإِنْ كَانَ كَافِرًا عَدُوًّا لِلَّهِ وَرَسُولِهِ وَكُلُّ مَنْ خَرَجَ عَنْ دَوْلَةِ الْمَغُولِ أَوْ عَلَيْهَا اسْتَحَلُّوا قِتَالَهُ وَإِنْ كَانَ مِنْ خِيَارِ الْمُسْلِمِينَ . فَلَا يُجَاهِدُونَ الْكُفَّارَ وَلَا يُلْزِمُونَ أَهْلَ الْكِتَابِ بِالْجِزْيَةِ وَالصَّغَارِ وَلَا يَنْهَوْنَ أَحَدًا مِنْ عَسْكَرِهِمْ أَنْ يَعْبُدَ مَا شَاءَ مِنْ شَمْسٍ أَوْ قَمَرٍ أَوْ غَيْرِ ذَلِكَ …
وَكَذَلِكَ أَيْضًا عَامَّتُهُمْ لَا يُحَرِّمُونَ دِمَاءَ الْمُسْلِمِينَ وَأَمْوَالَهُمْ ; إلَّا أَنْ يَنْهَاهُمْ عَنْهَا سُلْطَانُهُمْ أَيْ لَا يَلْتَزِمُونَ تَرْكَهَا وَإِذَا نَهَاهُمْ عَنْهَا أَوْ عَنْ غَيْرِهَا أَطَاعُوهُ لِكَوْنِهِ سُلْطَانًا لَا بِمُجَرَّدِ الدِّينِ . وَعَامَّتُهُمْ لَا يَلْتَزِمُونَ أَدَاءَ الْوَاجِبَاتِ ; لَا مِنْ الصَّلَاةِ وَلَا مِنْ الزَّكَاةِ وَلَا مِنْ الْحَجِّ وَلَا غَيْرِ ذَلِكَ . وَلَا يَلْتَزِمُونَ الْحُكْمَ بَيْنَهُمْ بِحُكْمِ اللَّهِ ; بَلْ يَحْكُمُونَ بِأَوْضَاعِ لَهُمْ تُوَافِقُ الْإِسْلَامَ تَارَةً وَتُخَالِفُهُ أُخْرَى .
“Kaum yang ditanyakan hukumnya ini, sesungguhnya pasukan mereka terdiri dari kaum kafir dari kalangan Nasrani dan kaum musyrikin, dan kaum yang mengaku beragama Islam —dan mereka adalah mayoritas anggota pasukan—. Mayoritas mereka mengucapkan dua kalimat syahadat jika engkau meminta mereka untuk mengucapkannya. Mereka mengagungkan Rasul. Di antara mereka hanya sedikit saja orang yang menunaikan shalat. Orang yang melakukan shaum Ramadhan di antara mereka lebih banyak daripada orang yang melakukan shalat. Menurut keyakinan mereka, seorang muslim lebih mulia dari selain muslim. Orang-orang shalih dari kalangan kaum muslimin memiliki kedudukan mulia dalam pandangan mereka. Mereka melaksanakan sebagian ajaran Islam. Dalam hal ini, ketaatan mereka (kepada ajaran Islam) berbeda-beda.
Namun kondisi mayoritas mereka dan orang-orang yang berperang di antara mereka adalah meninggalkan banyak syariat Islam atau bahkan kebanyakan syariat Islam. Pertama, mereka mewajibkan Islam namun mereka tidak memerangi orang-orang yang enggan masuk Islam. Justru mereka mengagungkan dan tidak mengusik orang yang berperang di pihak kerajaan Mongol, meskipun ia adalah seorang yang kafir, musuh Allah dan Rasul-Nya. Sebaliknya, siapapun yang keluar dari ketaatan kepada kerajaan Mongol atau memerangi kerajaan Mongol, niscaya mereka perangi sekalipun ia termasuk kaum muslimin yang paling baik.
Mereka tidak berjihad melawan kaum kafir, tidak mewajibkan ahul kitab untuk membayar jizyah dalam keadaan hina, dan tidak melarang siapa pun anggota pasukannya untuk menyembah sesembahan apapun yang ia inginkan, baik matahari, bulan, dan lain sebagainya…
Demikian pula mayoritas mereka tidak menganggap haram merampas nyawa dan harta kaum muslimin, selama raja mereka tidak melarangnya. Artinya, mereka tidak menetapi kewajiban-kewajiban agama Islam. Mereka tidak memutuskan perkara di antara mereka dengan hukum Allah. Mereka justru memutuskan perkara dengan hukum (adat istiadat) mereka sendiri, yang terkadang sesuai dengan hukum Islam dan terkadang menyelisihi hukum Islam.” (Majmu’ Fatawa, 28/505-506)
Berdasar penjelasan di atas, saya nasehatkan kepada Anda untuk menyikapi masing-masing kelompok yang disebutkan dalam pertanyaan Anda di atas dengan siyasah syar’iyah nabawiyah sesuai fase yang sedang kalian lalui, dan sesuai dengan kondisi mujahidin, tingkat kemampuan dan kebutuhan mereka. Karena sesungguhnya Nabi SAW tidak memerangi seluruh musuh (kaum musyrik, kaum Yahudi, kaum Nashrani, dan lain-lain—edt) dalam sekali waktu. Beliau memerangi musuh yang paling besar bahayanya dan pada saat yang sama beliau menunda memerangi dan berbenturan dengan banyak kelompok kafir yang lain. Beliau tidak memancing seluruh kaum kafir untuk mengusik Madinah dan kaum muslimin dalam waktu yang bersamaan. Beliau mengikat perjanjian damai dengan sebagian musuh, melakukan gencatan senjata dengan sebagian musuh, dan mengikat persekutuan dengan kelompok musuh yang lain.
Hal itu sebagaimana yang beliau lakukan kepada kaum Yahudi saat beliau pertama kali tiba di Madinah. Beliau mengikat persekutuan dengan mereka agar mereka menolong kaum muslimin dan tidak mengkhianati kaum muslimin. Ketika satu dari tiga kelompok Yahudi tersebut membatalkan perjanjian persekutuan secara sepihak, maka beliau menghukum kelompok Yahudi tersebut dan membiarkan dua kelompok Yahudi lainnya sesuai isi perjanjian persekutuan, sampai akhirnya masing-masing kelompok Yahudi mencederai perjanjian persekutuan.
Demikian pula, beliau pada awalnya tidak menghiraukan gangguan mayoritas kaum munafik karena memerangi mereka pada masa tersebut akan menimbulkan kerusakan (kekacauan dan bahaya) yang besar, akibat kelompok kaum muslimin yang baru masuk Islam akan terpecah belah dan orang-orang akan ramai mengatakan bahwa Muhammad membunuh sahabat-sahabatnya sendiri. Hal itu tentu saja akan menghalangi manusia dari memeluk Islam.
Demikian pula keadaan kaum muslimin di Habasyah. Meskipun mereka menampakkan akidah mereka, namun mereka adalah kaum muhajirin yang hidup lemah di tengah kaum kafir. Mereka tidak terkena kewajiban memerangi kaum kafir tersebut meskipun pada saat yang sama saudara-saudara mereka, kaum muslimin di Madinah, berperang melawan orang-orang musyrik. Bagaimana mungkin kaum muslimin Muhajirin di Habasyah memerangi penduduk kafir Habasyah, sedangkan mereka adalah penduduk pribumi yang menampung kaum muslimin, membantu mereka, dan menolong mereka dari orang-orang (kafir Quraisy) yang menzhalimi mereka? Mereka melakukan pembelaan kepada kaum muslimin muhajirin atas perintah raja mereka yang masuk Islam.
Banyak sekali dalil yang menunjukkan bahwa tidak masalah jika Anda mengambil manfaat dari berbagai bantuan yang diberikan oleh kelompok-kelompok dalam pasukan Rusia dalam pertanyaan Anda di atas, dalam kondisi mujahidin belum mendapatkan kekuasaan saat ini selama kalian menampakkan akidah dan dien kalian. Hal itu sebagaimana Nabi SAW mengambil manfaat dari sikap pamannya (Abu Thalib) yang memberikan perlindungan dan pembelaan, padahal pamannya masih bertahan di atas kesyirikan dan penyembahan berhala.
Bahkan hingga apabila sebagian kalian terpaksa harus menyembunyikan agama dan akidahnya dalam sebagian kondisi dan tidak menampakkan permusuhannya kepada orang-orang kafir demi maslahat jihad atau disebabkan oleh ketertindasan dalam sebagian fase dan kondisi, maka hal ini pun tidak mengapa dan tidak bertolak belakang dengan millah Ibrahim selama ia dalam keadaan tertindas atau selama ia mendapatkan tugas itu dari saudara-saudaranya, kaum mujahidin, sementara kaum mujahidin tersebut menampakkan pokok ajaran Islam dan melaksanakan fardhu kifayah ini, yaitu mengumumkan millah Ibrahim yang agung ini.
Demikianlah keadaan sebagian sahabat Nabi SAW di Makkah. Sebagian mereka menampakkan keislamannya dan permusuhannya kepada kaum musyrik seperti yang dilakukan oleh Nabi SAW. Sebagian lainnya menyembunyikannya karena dalam posisi lemah tertindas dan tidak mampu. Sebagian lainnya menyembunyikannya atas dasar perintah Nabi SAW sebagaimana disebutkan dalam hadits Amru bin ‘Abasah (riwayat Muslim—edt). Bahkan, sebagian lainnya menyembunyikannya saat berada di Madinah sebagaimana kisah Nu’aim bin Mas’ud selama kondisi perang Ahzab di saat bangsa-bangsa musyrik Arab bersekongkol untuk menghancurkan kaum muslimin dan negara mereka.
Kesimpulannya, mujahidin memiliki keleluasan ijtihad untuk memilih siyasah syar’iyah nabawiyah yang mereka pandang sesuai dengan kondisi mereka dan fase jihad yang sedang mereka lalui. Di antara kasih sayang Allah kepada kita adalah Allah membuka pintu yang luas kepada kita dalam masalah ini. Maka Rasulullah SAW dan para sahabat generasi pertama Islam berjalan bersama beliau dalam bermacam-macam fase dan beragam kondisi. Mereka memulai dalam keadaan asing sebagaimana kini kita berada dalam keterasingan, sampai Allah memberikan kekuasaan dan kejayaan kepada mereka. Kita memiliki uswah hasanah pada diri mereka. Keluasan sikap yang dikaruniakan kepada mereka dalam keadaan mereka tertindas dan mereka berjaya, juga berlaku untuk kita. Wallahu ta’ala a’lam.
Saya wasiatkan kepada Anda untuk menyampaikan salam kami kepada seluruh saudara tercinta yang bersama Anda, dan semoga mereka mendoakan agar kami senantiasa dikaruniai keteguhan, husnul khatimah, dan kemampuan untuk terjun ke kancah-kancah jihad serta mengakhiri hidup kami dengan mati syahid di jalan-Nya.
Shalawat dan salam semoga senantiasa Allah limpahkan kepada nabi Muhammad, keluarganya, dan seluruh shahabatnya.
Saudara Anda, pelayan mujahidin
Abu Muhammad Al-Maqdisi
Akhir Rabi’ul Awwal 1431 H / 26 Maret 2010 M

Oleh: Muhib al-Majdi
http://www.arrahmah.com

Inilah Perdebatan Sutradara Hanung Bramantyo vs Wartawan ‘Suara Islam’

Inilah Perdebatan Sutradara Hanung Bramantyo vs Wartawan ‘Suara Islam’


In the Name of Allah, the Compassionate, the Merciful
=== News Update ===
Inilah Perdebatan Sutradara Hanung Bramantyo vs Wartawan ‘Suara Islam’

Kamis, 14 Apr 2011
Inilah Perdebatan Hanung Bramantyo (sutradara Film Tanda Tanya “?”) dengan Abdul Halim (wartawan Suara Islam/SI) Via Facebook Terkait Film “?”
wartawan SI (09 April jam 5:42):
Film terbaru anda keterlaluan. Film semacam itu hanya bisa dibuat oleh orang berfaham atheis atau hatinya dipenuhi dengan kebencian terhadap syariat Islam. Anda takabur dan besar kepala, ingin mencoba kesabaran umat Islam Indonesia. Semoga Allah SWT membalas dengan balasan setimpal atas kejahatan anda selama ini terhadap umat Islam.
Hanung Bramantyo Anugroho (09 April jam 15:16):
Bagian mana yg anda anggap keterlaluan? Jangan2 anda belom menonton secara keseluruhan lalu berkomentar dan menuduh saya tidak beriman. Sesungguhnya dg anda menuduh sprt itu, sikap anda yg keterlaluan:)
Wartawan SI (10 April jam 6:32):
Saya termasuk pemerhati film-film anda, sejak Perempuan Berkalung Sorban, Sang Pencerah dan terakhir ?, bahkan film film anda sebelum PBS. Disitu saya rasakan banyak nuansa PKI alias marxismenya. Hanya sang pencerah yang saya nilai 5 karena aktornya seorang murtad. Seandainya bukan seorang murtad, akan saya nilai 6. Masak tokoh sebesar KH Ahmad Dahlan diperankan seorang murtad, apa tidak ada aktor lain, apa itu bukan penghinaan! Lainnya saya nilai 2 alias sangat sangat sangat jelek sekali karena menghina Islam dan umat Islam. Makanya Taufiq Ismail tidak pernah mau ketemu dengan anda. Saya sendiri seorang wartawan di Jkt dan pernah wawancara dengan Taufiq Ismail tentang film anda !
Anda menuduh sikap saya keterlaluan, kalaupun benar saya hanya keterlaluan kepada diri anda sendiri. Tetapi yang jelas anda sudah keterlaluan dan menghina serta merendahkan martabat Islam dan umat Islam. Seandainya anda tinggal di Pakistan, Afghaniustan atau Bangladesh, saya tidak tahu lagi bagaimana nasib anda. Anda pasti sudah kabur ke luar negeri. Untung anda tinggal di bumi Indonesia yang rakyatnya terkenal dengan keramah tamahan dan santunannya.
Tetapi yang jelas, saya tidak pernah menuduh anda tidak beriman. Kalimat mana yang mengatakan anda tidak beriman. Masak sebagai sutradara film kok tidak teliti, makanya film-filmnya tidak bermutu dan penuh dengan fitnah dan kebencian terhadap Islam dan umat Islam.
Hanung Bramantyo Anugroho (12 April jam 23:51):
Jawab dulu pertanyaan saya, bung. Bagian mana yg merendahkan Islam?
Wartawan SI (13 April jam 5:36):
Film “?” yang anda sutradarai penuh dengan fitnah, kebencian dan merendahkan martabat Islam dan umat Islam. Film anda penuh dengan ajaran sesat pluralisme yang menjadi saudara kandung atheisme dan kemusyrikan.
Pertama, ketika pembukaan sudah menampilkan adegan penusukan terhadap pendeta, kemudian bagian akhir pengeboman terhadap Gereja. Jelas secara tersirat dan tersurat, anda menuduh pelakunya orang yang beragama Islam dan umat Islam identik dengan kekerasan dan teroris.
Kedua, menjadi murtad yang dilakukan oleh Endhita (Rika) adalah suatu pilihan hidup. Kalau semula kedua orangtua dan anaknya menentangnya, akhirnya mereka setuju. Padahal dalam Islam murtad adalah suatu perkara yang besar dimana hukumannya adalah qishash (hukuman mati), sama dengan zina yang dirajam.
Ketiga, muslimah berjilbab, Menuk (Revalina S Temat) yang merasa nyaman bekerja di restoran Cina milik Tan Kat Sun (Hengki Sulaiman) yang ada masakan babinya. Anda ingin menggambarkan seolah-olah babi itu halal. Terbukti pada bulan puasa sepi, berarti restoran itu para pelanggannya umat Islam.
Keempat, seorang takmir masjid yang diperankan Surya (Agus Kuncoro) setelah dibujuk si murtadin Menuk, akhirnya bersedia berperan sebagai Yesus di Gereja pada perayaan Paskah. Apalagi itu dijalaninya setelah dia berkonsultasi dengan ustad muda yang berfikiran sesat menyesatkan pluralisme seperti anda yang diperakan David Chalik.
Namun anehnya, setelah berperan menjadi Yesus demi mengejar bayaran tinggi, langsung membaca Surat Al Ikhlas di Masjid. Padahal Surat Al Ikhlas dengan tegas menolak konsep Allah mempunyai anak dan mengajarkan Tauhid. Apa anda ini kurang waras wahai si Hanung. Semoga pembalasan dari Allah atas diri anda.
Kelima, tampaknya anda memang sudah gila, masak pada hari raya Idul Fitri yang pebuh dengan silaturahmi dan maaf memaafkan, umat Islam melakukan penyerbuan dengan tindakan anarkhis terhadap restoran Cina yang tetap buka sehari setelah Lebaran. Bahkan sebagai akibat dari penyerbuan itu, akhirnya si pemilik Tan Kat Sun meninggal dunia.
Setelah itu anaknya Ping Hen (Rio Dewanto) sadar dan masuk Islam demi menikahi Menuk setelah menjadi janda karena ditinggal mati suaminya Soleh (Reza Rahadian), seorang Banser yang tewas terkena bom setelah menjaga Gereja pada hari Natal. Jadi orang menjadi muslim niatnya untuk menikahi gadis cantik. Sebagaimana anda menjadi sutradara berfaham Sepilis dengan kejam menceraikan istri yang telah melahirkan satu anak demi untuk menikahi gadis cantik yang jadi pesinetron. Film ini kok seperti kehidupan anda sendiri ya ?
Keenam, si murtadin Endhita minta cerai gara-gara suaminya poligami. Karena dendam, kemudian dia menjadi murtad. Anda ingin mengajak penonton agar membenci poligami dan membolehkan murtad. Padahal Islam membolehkan poligami dan dibatasi hingga empat istri dan melarang dengan keras murtad dengan ancaman hukuman qishash.
Seandainya anda setuju dan poligami dengan menikahi si pesinetron itu, anda tidak perlu menceraikan istri dan menelantarkan anak anda sendiri sehingga tanpa kasih sayang seorang ayah kandung dan dengan masa depan yang suram. Kasihan benar anak dan istri anda korban dari seorang ayah yang kejam penganut faham pluralisme dan anti poligami.
Ketujuh, anda menghina Allah SWT dengan bacaan Asmaul Husna di Gereja dan dibacakan seorang pendeta (Deddy Sutomo) dengan nada sinis dan melecehkan. Masya’ Allah !
Kedelapan, anda menfitnah Islam sebagai agama penindas dan umat Islam sebagai umat yang kejam dan anti toleransi terhadap umat lain terutama Kristen dan Cina. Padahal sesungguhnya meski mayorits mutlak, umat Islam Indonesia dalam kondisi tertindas oleh Kristen dan Katolik serta China yang menguasai politik, ekonomi dan media massa.
Anda tidak melihat kondisi umat Islam di negara lain yang minoritas seperti Filipina Selatan, Thailand Selatan, Myanmar, India, Cina, Asia Tengah, bahkan Eropa dan AS. Mereka sekarang dalam kondisi tertindas oleh mayoritas Kristen dan Katolik, Hindu, Budha dan Komunis. Jadi anda benar-benar subyektif dan dipenuhi dengaan hati penuh dendam terhadap umat Islam.
Kesembilan, film ini mengajarkan kemusyrikan dimana semua agama itu pada hakekatnya sama untuk menuju tuhan yang sama. Kalau semua agama itu sama, maka orang tidak perlu beragama. Jadi film anda ini dengan sangat jelas mengajarkan faham atheisme dan komunisme.
Terakhir, nasehat saya, bertobatlah segera sebelum azab Allah SWT menimpa anda, karena hidup di dunia ini hanya sementara dan tidak abadi. Belajarlah kembali mengenai Islam yang benar sesuai dengan Al Qur’an dan As Sunnah, bukan Islam yang diambil dari kaum Orientalis Barat dan para sineas berfaham sepilis yang sudah sangat jelas memusuhi Islam dan umat Islam. (*)
Hanung Bramantyo Anugroho (14 April jam 1:33):
Terima kasih sudah menyaksikan film saya sekaligus mengkritik film tersebut. Saya sangat menghargai pandangan anda. Sebagai sebuah tafsir atas ‘teks’ saya anggap itu syah. Namun sayangnya, anda tidak memberikan kemerdekaan bagi yang menafsir ‘teks’ film tersebut dalam makna lain. Anda sudah terlanjur melakukan judgment berdasarkan ‘teks’ yg anda baca dan tafsirkan.
Disini, saya akan mengajak anda untuk menafsir ‘teks’ film dalam kerangka berfikir yang lain. Tidak untuk menandingi, tapi untuk mengajak anda melihat tafsir dalam kerangka berfikir yang berbeda.
1. A. Anda mengatakan bahwa adegan kekerasan: penusukan pastur dan pengeboman dilakukan oleh orang Islam. Padahal dalam dua adegan tersebut saya sama sekali tidak menampilkan orang Islam (setidaknya orang berbaju putih-putih, bersorban atau berkopyah). Di adegan penusukan pastur, saya menampilkan seorang lelaki berjaket coklat memegang pisau dan seorang pengendara motor. Kalau itu ditafsir orang Islam, itu semata-mata tafsir anda.
B. Di awal Film saya justru menampilkan sekelompok remaja masjid (bukan orang tua) yang melakukan perawatan atas masjid. Bukankah dalam hadist dianjurkan seorang pemuda menghabiskan waktunya untuk mengelola dan merawat masjid? Apakah saya menampilkan seorang pemuda Islam sembahyang atau merawat gereja? atau pemuda gereja, pastur sembahyang di masjid? Jadi tafsir atas pencampur adukan ajaran agama bukan tafsir saya.
2. Rika Murtad
Bahwa tafsir Rika murtad karena sakit hati dengan suaminya yang mengajak poligami saya benarkan. Tapi bukan berarti ‘teks’ tersebut mendukung poligami. Sejak awal keputusan Rika sudah ditentang oleh Surya, anaknya dan orang tuanya. Bagian mana yang menyatakan dukungan?
Coba perhatikan shotnya: Surya berdialog dengan Rika: Kamu menghianati 2 hal sekaligus: perkawinan dan Allah! kalau toh disitu Surya diam saja ketika Rika menyanggahnya, bukan berarti Surya mendukungnya. Tapi sikap menghargai pilihan Rika. Hal itu tertera dalam surat Al Hajj ayat 7 : ‘Sesungguhnya orang yang beriman, kaum Nasrani, Shaabi-iin, Majusi dan orang Musyrik, Allah akan memberikan keputusan diantara mereka pada hari Kiamat. Sesungguhnya Allah menyaksikan segala sesuatu’
Sikap Surya juga merupakan cerminan dari firman Allah : ‘Engkau (Muhammad) tidak diutus dengan mandat memaksa mereka beragama, tapi mengutus engkau untuk MEMBERI KABAR GEMBIRA yang orang mengakui kebenaran Islam dan kabar buruk dan ancaman bagi yang mengingkarinya.’
Abi, anak Rika, juga tidak mendukung sikap Rika ‘yang Berubah’. Abi protes dengan ibunya dengan cara enggan bicara. Bahkan hanya sekedar minum susu dikala pagi saja Abi tidak mau menghabiskan di depan ibunya. Demikian halnya Abi juga tidak mau makan sarapan yang disajikan ibunya. Itu adalah sikap protes dia kepada sang Ibu yang murtad.
Jika toh Abi kemudian bersikap seperti Surya, bukan berarti abi mendukungnya. Tapi sikap menghargai pilihan. Lihat dialog Abi saat bersama Rika: … Kata Pak Ustadz, orang islam gak boleh marah lebih dari tiga hari. Apakah dialog tersebut diartikan mendukung kemurtadan? Bukankah makna dari dialog tersebut adalah mencerminkan sikap orang muslim yang murah hati: Pemaaf dan bijaksana (jika marah tidak boleh lebih dari tiga hari).
Sikap murah hati juga ditunjukkan orang tua Rika pada adegan terakhir. Orang Tua Rika datang pada saat acara Syukuran Khatam Quran Abi. Coba perhatikan shot tersebut: Adakah dialog atau gesture yang menyatakan dukungan atas kemurtadan Rika? Dalam shot tersebut saya menggambarkan Rika menghambur memeluk ibunya dengan erat. Sementara ayahnya hanya diam, menggandeng Abi. Adegan tersebut sama sekali tidak menyajikan ‘teks’ dukungan atas kemurtadan. Tapi hubungan emosional antara ibu dan anak. Lagi-lagi saya menggambarkan sikap bijaksana seorang muslim sebagaimana firman Allah dalam quran sebagaimana diatas tadi.
Jadi jika anda membaca ‘teks’ dalam adegan tersebut sebagai sebuah dukungan terhadap kemurtadan, maka itu tafsir anda. Bukan saya …
3. Menuk adalah perempuan muslimah. Dia nyaman bekerja di tempat pak Tan karena pak Tan adalah orang yang baik. Selalu mengingatkan karyawan muslimnya sholat. Bagian mana yang anda maksud bahwa babi itu halal?
Saya menggambarkan adegan yang membedakan Babi dan bukan babi lebih dari sekali adegan. Pertama, pada saat Pembeli berjilbab bertanya soal menu makanan restoran pak Tan. Menuk mengatakan bahwa panci dan wajan yang dipakai buat memasak babi berbeda dengan yang bukan babi. (di film terdapat shot wajan, dan shot Menuk yang dialog dengan ibu berjilbab. Dialog agak kepotong karena LSF memotongnya. Alasannya silakan tanyakan kepada LSF)
Kedua, pada saat Pak Tan mengajari Ping Hen (anaknya) mengelola restoran. Pak Tan dengan tegas menyatakan pembedaan antara babi dan bukan babi: … Ini sodet dengan tanda merah buat babi, dan yang tidak ada tanda merah bukan babi …
Jika saya menghalalkan Babi, tentunya saya tidak akan menggambarkan pemisahan yang tegas antara sodet, panci, pisau, dsb tersebut. Jadi tafsir anda yang mengatakan bahwa saya menghalalkan babi, semata-mata bukan tafsir saya …
Saya justru menggambarkan sikap Menuk sebagai Muslimah yang menolak pernikahan beda agama dengan cara lebih memilih menikah dengan soleh (yang muslim) meski jobless, dibanding hendra. Padahal cintanya kepada hendra: … Saya tahu kita pernah punya kisah yang mungkin buat mas menyakitkan. Tapi buat saya adalah hal yang indah … karena Tuhan mengajarkan arti cinta dalam agama yang berbeda … (Dialog Menuk kepada Hendra di malam Ramadhan)
Saya juga menggambarkan sikap pak Tan yang menghargai Islam dengan cara meminta buku Asmaul Husna milik Menuk. Dan di akhir adegan, Pak Tan membisikkan sesuatu kepada Hendra yang mana kemudian Hendra melakukan perubahan besar dalam hidupnya: menjadi Mualaf dan merobah restorannya menjadi Halal. Lihat kata-kata isteri pak Tan di akhir film: … Pi, hari ini Hendra melakukan perubahan besar dalam hidupnya SEPERTI YANG PAPI MINTA …. (Dialog tersebut sebenarnya ungkapan dari pak Tan secara tersirat kepada “Hendra untuk berubah” )
Jadi tafsir Hendra pindah agama hanya ingin menikahi menuk adalah Tafsir anda.
Lagipula, dalam film jelas-jelas tidak ada gambaran pernikahan antara Menuk dan Hendra. Ending Film saya justru menggambarkan Menuk menatap nama Soleh yang sudah menjadi nama Pasar … Darimana anda bisa menafsirkan bahwa Hendra pindah agama hanya karena ingin menikah sama menuk?
4. Surya adalah seorang aktor figuran. Di awal Film dikatakan dengan tegas lewat dialog: … 10 tahun saya menjadi aktor cuma jadi figuran doang!!
Sebagai aktor yang selalui hanya jadi figuran, dia frustasi. Hingga menganggap bahwa hidupnya cuma sekedar numpang lewat. Dia diusir dari kontrakan karena menunggak bayar. Rika membantunya dengan menawari pekerjaan sebagai Yesus dengan biaya Mahal (perhatikan dialognya di warung soto). Semula Surya menolak. Tapi dia menerima hanya karena selama hidupnya dia tidak pernah mendapatkan peran Jagoan …
Itu adalah alasan yang sangat manusiawi. Namun alasan itu tidak begitu saja dia gunakan untuk melegitimasi pilihannya. Dia konsultasi dengan Ustadz Wahyu (David Khalil). Menurut Ustadz, Semua itu tergantung dari HATIMU, maka JAGALAH HATIMU.
Dari perkataan David Khalik tersebut, adakah kata yang menyarankan atau mendorong Surya menjadi Yesus? David Khalik memberikan kebebasan buat Surya untuk melakukan pilihannya. Dan Surya sudah memilih. Ketika di Masjid, David Khalik mengulang bertanya: Gimana? Sudah mantap hatimu? Lalu dijawab oleh Surya: Insya Allah saya tetap Istiqomah. Dijawab oleh David Khalik: Amin …
Dari adegan tersebut, adakah saya melecehkan Islam? Apakah dengan menghargai pilihan seseorang itu sama saja melecehkan Islam?
Pada saat dialog dengan Ustad tersebut, Surya tidak langsung ke gereja. Dia melakukan tafakur di masjid dengan melihat asma Allah yang tertempel diatas dinding Mihrab. Lagi-lagi dia meyakinkan hatinya
Jadi, tidak ada sedikitpun adegan yang menyatakan pelecehan terhadap agama Islam. Surya melakukan tugasnya sebagai aktor karena dia harus hidup. Bahkan untuk beli soto untuk sarapan saja dia tidak sanggup. Lagipula drama Paskah bukan ibadah. Tapi sebuah pertunjukan drama biasa. Ibadah Misa Jumat Agung dilaksanakan setelah pertunjukan Drama. Dalam hal ini Surya tidak melakukan ibadah bersama jemaah Kristiani di gereja.
Setelah melakukan pekerjaan sebagai aktor di malam Jumat Agung Surya membaca Surat Al Ikhlas berulang-ulang sambil menangis untuk menguatkan hatinya kembali sebagaimana yang disarankan Ustadz.
Adakah dari adegan tersebut saya melecehkan Islam? Silakan di cek lagi …
Hanung Bramantyo Anugroho (14 April jam 1:33):
5. Saya benar-benar kagum dengan penafsiran anda soal adegan dalam film saya. Tidak heran anda menjadi seorang wartawan. Hehehe.
Jika anda benar-benar mengamati adegan demi adegan, anda akan menemukan maksud dari penyerbuan tersebut. Pertama, Penyerbuan itu didasari karena egositas dari hendra (ping Hen) yang hanya ingin mengejar keuntungan. Maka dari itu libur lebaran yang biasanya 5 hari, dipotong hanya sehari. Akibatnya, Menuk tidak bisa menemani keluarga jalan-jalan liburan lebaran.
Kedua, Soleh (yang di adegan sebelumnya bertengkar dengan Hendra karena cemburu) merasa panas hati ketika mendengar Menuk tidak bisa menemani keluarga jalan-jalan. Karena rasa cemburu berlebihan, Soleh bersama para preman pasar dan takmir masjid yang di awal adegan bertengkar dengan hendra, melakukan pengeroyokan.
Dalam adegan tersebut jelas tergambar SIKAP CEMBURU, MEMBABI BUTA, BODOH dan TERGESA-GESA pada diri Soleh yang mengakibatkan Tan Kat Sun meninggal. Sikap tersebut membuat Soleh menjadi rendah di mata Menuk: Lihat adegan selanjutnya: Menuk bersikap diam kepada Soleh. Meski masih meladeni sarapan, Menuk tetap tidak HANGAT dengan SOLEH. Hingga Soleh meminta maaf kepada Menuk. Namun, lagi-lagi Menuk tidak menanggapi dengan serius (perhatikan dialognya) : …. Mas, jangan disini ya minta maafnya. Dirumah saja …
Dijawab oleh Soleh: Kamu dirumah terlalu sibuk dengan Mutia … Menuk menimpali: … dimana saja ASAL TIDAK DISINI …
Penolakan Menuk itu yang membuat Soleh akhirnya memutuskan untuk memeluk BOM dan menghancurkan dirinya. Tujuannya, Agar dia menjadi BERARTI dimata isterinya ….
Apakah adegan di Film tersebut menggambarkan Menuk bahagia dengan kematian Soleh, sehingga dengan begitu dia bebas menikah dengan Hendra? Apakah adegan di Film menggambarkan hendra juga bahagia dengan kematian Soleh sehingga hendra bisa punya kesempatan menikah sama Menuk?
Sungguh, saya kagum dengan tafsir anda. Hingga andapun bisa bebas sekali menafsirkan hidup saya. Semoga kita bisa menjalin silaturahmi lebih dekat sehingga anda bisa mengenal saya lebih baik, mas …
6. Tentang Asmaul Husna yang dibacakan Pastur Dedi Sutomo bagi saya merupakan sebuah pesan teologis dari Islam yang saya selipkan di gereja. Jika tafsir anda saya melecehkan Islam, justru saya heran. Asmaul Husna merupakan nama ALLAH yang meliputi segala yang Indah di Bumi dan Langit. Tidak ada nama Indah selain diriNya yang dimiliki agama lain.
Maka ketika Pastur Dedi Sutomo meminta Rika untuk menuliskan kesan TUHAN DIMATAMU, maka Rika kesulitan. (lihat adegannya, ketika dia kebingungan sendiri menuliskan itu). Lalu, dengan berat hati Rika menuliskan kesan TUHAN dengan menyebut rangkaian nama-nama Indah dalam Asmaul Husna … Apakah itu melecehkan Islam?
Dari diskusi ini saya menyimpulkan bahwa setiap Tafsir atas Teks FILM memiliki RUANG, WAKTU dan PERISTIWANYA sendiri. Saya sangat menghargai anda dalam melakukan tafsir. Tapi hargai pula orang yang melakukan tafsir yang berbeda dengan anda. Jika anda melihat secara jeli dan terbuka, saya justru banyak menyisipkan teologi Islam ke dalam gereja.
Lihatlah ketika adegan Jesus disalib yang dimainkan Surya. Angle kamera saya diposisi rendah dengan foreground jamaah. Adegan itu menggambarkan semua jemaah Kristen memuja Jesus. Tapi sebenarnya saya menggambarkan jamaah tersebut memuja Islam. Lalu setelah adegan tersebut saya menyelipkan ayat Al Aikhlas yang menyatakan : Tuhan itu Satu, Tidak beranak dan diperanakan …
Jujur, saya geli dengan anda dan umat Islam yang sepikiran dengan anda. Segitu protesnya anda dan umat Islam sepikiran dengan anda ketika Haji Ahmad Dahlan dimainkan oleh seorang Murtad. Tapi tidak ada satupun yang protes dari kaum Kristen ketika Jesus dimainkan oleh figuran seperti Surya. Malah anda sekarang yang protes, menuduh saya melecehkan Islam. Hehehe …
Mari kita sama-sama terbuka. Kita saudara. Sama-sama pengikut Rosululloh. Sesama Muslim saling mengingatkan. Semoga diskusi ini bisa menjadi pembelajaran kita bersama. Amin ….
wartawan SI (16 April jam 7:32):
Terima kasih atas jawabannya yang cukup panjang. Namun jawaban tersebut saya nilai kabur dan terkesan hanya ingin membela diri, hanya ingin mendongkrak film ”?” yang berkualits sampah dan rombengan menjadi berkualitas perunggu, (bukan perak atau emas, terlalu tinggi).
Jawaban tersebut justru menunjukkan anda telah mengadaikan idealisme dan integritas sebagai seorang sutradara film demi rasa kebencian terhadap Islam dan umat Islam. Padahal umat Islam mayoritas di negara ini sudah tertindas oleh minoritas Kristen, Katolik dan Cina dari segi politik, ekonomi dan media massa, sekarang anda malah menambahi dengan menindas dari sisi budaya. Sebelumnya saya akan menjawab dulu beberapa argumentasi anda.
Pertama, kalau anda membela diri bahwa yang menusuk Pastor itu bukan mencerminkan orang Islam karena memakai jaket coklat dan mengendarai sepeda motor, siapapun pasti tahu bahwa yang anda maksud adalah orang Islam. Anda jelas mengacu pada peristiwa di Ciketing Bekasi tahun lalu, dimana seorang Pendeta HKBP ditusuk pemuda Islam setelah sebelumnya mereka diprovokasi jemaat HKBP Ciketing dan terjadi bentrokan.
Ketika terjadi pemboman di Gereja, anda jelas mengacu pada pemboman beberapa tahun lalu yang menewaskan seorang Banser yang menjaga malam Natal. Secara tersirat anda menuding yang membom Gereja adalah orang Islam, padahal ada investigasi yang menyebutkan pemboman itu hasil dari operasi intelijen dengan sengaja untuk mendiskreditkan umat Islam sebagaimana bom buku bulan lalu.
Kalau anda mengatakan diawal film itu digambarkan beberapa pemuda yang merawat masjid, itu hanyalah strategi anda agar film itu bisa diterima umat Islam. Namun ternyata jalan cerita selanjutnya penuh dengan kebohongan, murahan dan ternyata anda memiliki daya khayal yang lumayan tinggi. Pantas kalau akhirnya anda bisa merayu bintang sinetron untuk dijadikan istri setelah sebelumnya dengan kejam mendepak mamanya Bhumi dan menelantarkannya.
Kedua, justru pernyataan saya sebelumnya mengatakan anda menolak poligami dan mendukung pemurtadan, seperti dalam kasus murtadnya Rika. Jadi anda keliru dalam menanggapi pernyataan saya. Justru saya heran seandainya dalam film “?” anda mendukung poligami, karena poligami dibolehkan dan murtad dilarang keras dalam Islam. Terbukti dalam film itu anda menolak poligami seperti dalam kasus Rika.
Padahal seandainya anda setuju poligami, saya haqqul yakin anda tidak perlu bertindak kejam dengan mendepak mamanya Bhumi demi memiliki cintanya si bintang sinetron. Cukup mamanya Bhumi dijadikan istri pertama (istri Jogja) dan si bintang sinetron jadi istri kedua (istri Jakarta). Jadi kalau singgah di Jogja atau Jakarta untuk mensutradarai film, sudah ditunggui para istri yang selalu siap menyambut kehadiran anda.
Kalau anda berdalih murtadnya Rika karena merupakan pilihan hidup setelah dendam karena ditinggal suaminya poligami, apalagi anda memasang dalil surat Al Hajj ayat 17 (bukan ayat 7), jelas itu menunjukkan anda tidak faham tafsir Al Qur’an. Cobalah buka kembali beberapa kitab tafsir Al Qur’an mengenai surat Al Hajj ayat 17 tersebut. Saya kira anda mempunyai masalah pada paradigma berfikir, mengemukakan sesuatu berdasarkan keinginan hawa nafsu anda yang mendukung pluralisme, baru dicari-carikan ayatnya.
Adapun tafsir Surat Al Hajj ayat 17 adalah, ayat itu menunjukkan orang-orang sebelum kedatangan Islam yang dibawa Nabi Muhammad SAW. Tetapi setelah datangnya Islam, mereka wajib memeluk Islam. Jika mereka bersyahadat dan memeluk Islam, maka kebaikannya sebelum Islam akan dihitung dan dosanya akan dihapus. Tetapi sebaliknya kalau mereka menolak Islam atau murtad dari Islam, maka kebaikannya ketika Islam akan dihapuskan dan dosanya akan ditimpakan kepada dirinya akibat kemurtadannya.
Jadi ayat itu bukan menganjurkan orang bebas memilih keyakinan agamanya. Sedangkan murtad dari Islam bukan suatu pilihan hidup tetapi suatu kesalahan hidup yang fatal dan berakibat pada hukuman qishash. Islam sudah menarik garis tegas bagi orang yang murtad menjadi Nasrani, baca surat Maryam ayat 88-91 dan surat Al-Maidah ayat 73-74. Jadi sesungguhnya film “?” yang anda sutradarai itu jelas untuk menipu dan menjurumuskan manusia kedalam kesesatan, seperti disebutkan dalam surat Al An’am ayat 112. Hanya temannya syetan yang menjerumuskan manusia kedalam kesesatan. Jadi anda itu temannya syetan, karena ingin menjerumuskan manusia kedalam kesesatan.
Kalau dalam film berkualitas sampah itu anda mengatakan tidak mendukung pemurtadan, jelas itu suatu kebohongan. Pertama, pada film itu akhirnya Abi dan kedua orang tua Rika menerima kembali kehadirannya meski telah menjadi Katolik. Kedua, anda menggambarkan setelah murtad dan menjadi aktivis Gereja, ternyata hidup Rika lebih bahagia daripada ketika masih menjadi muslimah.
Apalagi dikatakan Rika telah melakukan perubahan besar dalam kehidupannya, seolah-olah menuju kehidupan yang lebih baik. Kalau anda mengatakan Abi menghargai pilihan Rika untuk murtad, betapa jumudnya pemikiran anda. Masak pilihan untuk menjadi murtad kok dihargai. Tidak menutup kemungkinan kalau pilihan itu dibiarkan, Abi yang masih kecil dan tak tahu apa-apa itu bisa saja menjadi Katolik mengikuti agama baru ibunya karena dialah yang mengasuh sehari-harinya.
Lain halnya kalau Abi ikut kakeknya. Lebih menggelikan lagi, anda mengatakan orang tua Rika mengambil sikap bijaksana sebagai seorang muslim dengan anaknya menjadi Katolik. Demikian itu bukan sikap bijaksana bung, tetapi sikap keterlaluan karena membiarkan anaknya masuk Neraka. Baca tafsir surat At Tahrim ayat 6.
Ketiga, film itu mendorong penonton untuk membenci poligami dan menyetujui pemurtadan sebagai sebuah pilihan hidup. Padahal dalam Syariah Islam, poligami dibolehkan hingga empat istri dan hukuman bagi seorang murtad tidak lain adalah qishash (hukuman mati). Berarti dengan tegas anda menolak Syariah Islam.
Anda ingin membela diri kalau restoran babi pak Tan semuanya sudah dipisahkan, antara memasak babi dan ayam serta bebek. Tetapi disitu anda jelas lebih mendukung masakan babi yang haram daripada ayam atau bebek yang halal. Terbukti anda mengejek masakan halal itu dengan kata-kata: “babi rasanya gurih tanpa banyak bumbu”, seperti yang dikatakan pak Tan.
Bahkan juga dikampanyekan betapa nikmatnya makan daging babi daripada ayam atau bebek yang harus banyak bumbunya supaya menjadi nikmat. Tetapi kalau babi tidak perlu bumbu sudah nikmat sekali. Apa ini tidak berarti anda secara tidak langsung menyarankan agar umat Islam tidak perlu ragu-ragu lagi makan daging babi yang nikmat dan gurih meski haram ! Maklumlah anda masih keturunan Cina !
Adapun yang lebih konyol lagi adalah si Menuk yang muslimah sholat disamping onggokan daging babi yang haram bahkan kiblatnya sengaja dihadapkan ke altar pemujaan agama Konghuchu yang penuh dengan dupa dan patung-patung dewa. Padahal itulah yang dilakukan Menuk setiap harinya ketika bekerja di restoran pak Tan.
Apakah itu bukan penghinaan ketika sholat menghadap Allah SWT sementara didekatnya ada onggokan daging babi dan kiblatnya sengaja dihadapkan ke altar pemujaan Konghuchu. Sebelumnya anda telah menghina Allah SWT dengan kalimat suci Asmaul Husna dibacakan dengan nada sinis dan ekspresi mengejek oleh seorang Pastor di Gereja.
wartawan SI (16 April jam 7:33):
Keempat, lebih tragis lagi penghinaan anda terhadap Islam. Bayangkan, Masjid sebagai tempat suci anda gunakan untuk latihan memerankan Yesus yang akan dilakukan Surya, hal ini menunjukkan anda telah menodai kesucian Masjid. Apalagi Surya sebagai seorang muslim memerankan Yesus di Gereja. Padahal masuk Gereja diharamkan bagi seorang muslim, apalagi memerankan Yesus didalam gereja.
Anda perlu membaca sejarah Amirul Mukminin Khalifah Umar bin Khattab yang menolak masuk ke Gereja Suci di Baitul Maqdis (Yerusallem) setelah Kota Suci itu ditaklukkan pasukan Islam secara damai tanpa setetes darahpun tumpah pada tahun 16 Hijriyyah.
Kelima, penyerbuan rumah makan Cina oleh umat Islam pada hari kedua lebaran barangkali baru pertama kali ini terjadi di Indonesia bahkan di dunia. Kalau biasanya peristiwa itu terjadi pada bulan puasa, dimana pada siang hari restoran atau warung makan tetap buka, itupun jarang sekali terjadi. Lha ini justru terjadi pada hari lebaran apalagi terhadap restoran Cina.
Hal ini menunjukkan anda akan mengirimg opini agar umat Islam tidak segan-segan melakukan tindakan anarkhis terhadap orang Cina meski hari lebaran sekalipun. Sudah jelas anda ingin mencoba mendorong terjadinya konflik horisontal di negara ini.
Keenam, tidak hanya menghina kesucian Islam, anda juga mencoba melecehkan Banser sebagai salah satu organ NU. Masak menjadi Banser sebagai pekerjaan atau tempat penampungan para pengangguran, seperti yang dikatakan Sholeh kepada Menuk. Lebih tragis lagi, Banser kok sampai bunuh diri hanya karena supaya lebih berarti dimata istrinya. Apalagi sebelum bunuh diri dengan memeluk bom, terlebih dahulu Sholeh berteriak laa illaha illallah, apa ini bukan penghinaan !!! Padahal bunuh diri hukumannya langsung masuk Neraka.
Kalau dalam analisis politik saya, anda tampaknya ingin membenturkan antara Banser NU dan Kokam (Komando Keamanan Muhammadiyah). Logikanya, anda baru saja mensutradarai film “Sang Pencerah” dan dimana-mana anda berkoar-koar menjadi keluarga besar Muhammadiyah. Dengan sendirinya, nanti kalau anggota Banser memburu anda karena dianggap telah menghinanya, anda akan kabur dengan meminta perlindungan pada Kokam dari buruan Banser karena anda merasa telah berjasa membuat film “Sang Pencerah”, apalagi anda selalu mengaku dari keluarga besar Muhammadiyah.
Dengan sendirinya akan terjadi konflik horizontal antara Banser vs Kokam. Apakah itu yang anda kehendaki ? Adapun yang saya dengar, sekarang para anggota Banser sudah mulai marah dengan penghinaan tersebut. Semoga saja Kokam tidak terpancing untuk membela, biar anda sendirian menghadapi Banser.
Ketujuh, kalau anda menyatakan mengapa umat Islam protes ketika KH Ahmad Dahlan dimainkan seorang murtad, sementara tidak satupun orang Kristen protes ketika Yesus dimainkan oleh figuran seperti Surya yang beragama Islam, hal itu menunjukkan kepicikan pengetahuan anda tentang Islam.
Hal itu menunjukkan anda menyamakan semua agama alias pendukung pluralisme, sehingga ketika simbol agama atau tokohnya dilecehkan tidak perlu protes. Lha itulah perbedaan antara Islam dan Kristen, bung. Kalau umat Islam protes karena tokohnya anda lecehkan, itu hak umat Islam. Kalau orang Kristen tidak protes meskipun Yesus diperankan figuran seperti Surya yang muslim, ya itu hak orang Kristen. Tetapi yang jelas anda telah merendahkan maratabat tokoh Islam karena diperankan oleh seorang murtad.
Sebelum mengakhiri tulisan ini, saya ingin bertanya dan jawablah dengan sejujur-jujurnya. Kalau anda berani menjawab berarti gentleman, tetapi kalau tidak berarti pengecut.
Pertama, ide pembuatan film “?” dari siapa, sehingga anda bersedia menjadi sutradaranya ?
Kedua, siapa yang membiayai pembuatan film “?” yang katanya sampai menghabiskan Rp 5 miliar itu ?
Ketiga, siapa dalang sesungguhnya dibelakang film “?” ?
Keempat, sebagai sutradara berpengalaman, mengapa anda berani mengabaikan empat pilar utama dalam sebuah film yang bagus yakni mengedepankan etika, moral, agama dan sosial. Apa yang mendorong anda bertindak nekat seperti itu ?
Kelima, mengapa anda berani mengorbankan idealisme dan intergritas sebagai seorang sutradara demi sebuah film berkualitas sampah ini ?
Keenam, mengapa mayoritas film anda selalu bertemakan penghinaan terhadap ajaran Islam, umat Islam dan institusi Islam ?
Hingga perdebatan ini dibuat, Hanung Bramantyo belum memberi tanggapannya.
Sumber: voaislam.com
http://www.nahimunkar.com/inilah-perdebatan-sutradara-hanung-bramantyo-vs-wartawan-%E2%80%98suara-islam/